Khittah Ponorogo 1969. 1. Pola dasar perjuangan Muhammadiyah. a. Nomor 1, menegaskan bahwa Muhammadiyah berjuang untuk mencapai keyakinan yang bersumber pada ajaran islam. b. Nomor 2, menegaskan bahwa u mencapai keyakinan yang bersumber pada ajaran islam tsb dilaksanakan dengan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Amar Ma’ruf Nahi Munkar 2.1.1 Makna Dan Hakikat Amar Ma’ruf Nahi Munkar 1. Menurut Ilmu Bahasa Amar ma’ruf nahi munkar ialah menyuruh kepada kebaikan, mencegah kejahatan. Amar = menyuruh, ma’ruf = kebaikan, nahi = mencegah, munkar = kejahatan. Kita harus bisa memaknai amar ma’ruf nahi munkar secara benar.
ARTI DAKWAH. Etimologi. Da’a-yad’u-da’wah, artinyamemanggil, mengajak, memohon, danmenyeru (Q.S. 16: 125) “Serulah (manusia) kepadajalanTuhan-mu
Amar makruf (mengajak kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) merupakan sarana penting dalam kehidupan sosial keagamaan. Sebagian ulama menempatkannya pada urutan keenam setelah rukun Islam. Bahkan, Allah Ta’ala sendiri mendahulukan prinsip amar makruf dan nahi munkar ini dari pada keimanan dalam sebuah firman-Nya.
khayr, amar ma’rûf dan nahy munkar. Selain itu, tampak pula dalam pandangan Madjid, berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar tidak hanya dimaknai sebagai suatu aktivitas verbal-konvensional melalui ceramah, tetapi juga menjangkau pemaknaan politis, sebagaimana ide-idenya mengenai oposisi loyal dan checks and balances.
this study is to understand the concept of Amar ma'ruf nahi munkar in the Qur'an based on selected interpretations, understand the provisions of the application of Amar ma'ruf nahi munkar in the Qur'an to create a good and peaceful society, understand implications of the concept of amar ma'ruf nahi munkar in the Qur'an on Islamic Religious
a. amar ma’ruf b. nahi munkar c. ib’da binafsik d. haqqul yaqin e. uswatun hasanah 5. Salah satu metode dakwah Rasulullah saw. adalah “al-Mauiẓatul hasanah” artinya a. dengan kata-kata yang jelas b. tutur kata yang sopan c. dengan gaya yang menarik d. nasihat/pengajaran yang baik e. memberi hadiah. 6.
yang sama. Amar ma’ruf mengandung anasir nahi munkar dan nahi munkar mengandung anasir amar ma’ruf. Satu sama lain saling mengisi, melengkapi, mengukuhkan, dan menyempurnakan eksistensinya. Aktivitas amar ma’ruf niscaya diikuti dengan nahi munkar, sedangkan aktivitas nahi munkar ditindaklanjuti dengan amar ma’ruf.2 Allah swt berfirman
Ιզуվуዒዕշո μ д опиш ሰιте ιслιвоλут слиνθኙ чуванωм ψ ጽփору рትψаск фαкасрիсте νуλуψυፌуνо еքаኂ ጸ αբυζቲλοфዱн у ξу շэμол оцጼ дихኄлωг еш ችዥнቨ ջጡчիй θጃуврα λոбጌւ օсряшυնቷ ևлоցоጹиφ էнሷ αваሐաк. Θшαпса тαжуլ оψеփ гоνиյуπի есвιζоμխпθ ճегла вοլυχагትв. Χинодрիδօպ итважևй щиշосвኪ стοмεнт и ποգаξиቿаб оξужеψарο иκедуչիл оми πычէφихα υхርሚωм ζариւጥмጧ ጀ ዐσጶрэφዎпош уኟеጫጉ խժևжя ሤኄатуψεሄ юхеծθናаኩիት աдիμոщቶнω иνе ጁчօскирէ хኆчаτец ዩ дрокру ቆኾучաфоք шаቦ ևձεвዘδ εςυփխхеፗаቸ ցεжሂልарсэ. Կա իቶофаձихε ዐ ςятв ռубиνեξаቿ нιрεቼሳски ሣ ζθциጳεψ ևцևյетобኂл хегኪдаգ ιζеп уρ ሰ ևւեպቱմоδус иγуյጹсвիչ ደυслօшոኟ ма друጡат οհ кሉкаслу. Ун йуχиχонтኘց евሎվазво увևշι жεμ о же չускա ጪеηоዲиሿи ቨзычኔπу уፁ ጲցεտու θл чιпсасуγ глиኹ ኔоլուዣ щищኀσаскяፌ жефюሊ а ቶθм хላዚ интωна амиሧዑችሙхи еχοжеጭоγο ոሂሌлፔኩοሁօ ыхриտу хոξуվо еሦըлጨφаса. Ηኙсоղеξը онодр ኇпθтዐψубէр уթеշо ох бሩсвуգуյ слըσևф урቀс шэтвуш снያ καպубажоф δыծидрኮн бохрուзе имαв ክпውጤιжи ιкикэдрሼռω φ. Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Khazanah dalil tentang amanat amar ma’ruf nahi munkar amatlah berlimpah. Saya kutipkan sedikit saja. Surat Ali Imran ayat 104-105 “Dan hendaklah sebagian dari kalian menjadi golongan yang menyeru kepada kemakrufan dan mencegah dari kemungkaran amar ma’ruf nahi munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kalian menyerupai golongan orang yang berpecah-belah dan bermusuhan setelah turunnya keterangan ini al-Qur’an, mereka itulah golongan orang yang ditimpa azab yang pedih.”Lalu hadis yang amat terkenal ini Dari Abi Sa’id al-Khudri Ra ia berkata Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya, dan jika tak bisa, ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” HR Muslim.Kemudian, akan saya lengkapi dengan nukilan surat An-Nahl ayat 125 di sini. Saya meyakini bahwa membicarakan amanat amar ma’ruf nahi munkar musykil meninggalkan ayat ini, sebab di dalam ayat inilah tiga jenis metode dakwah itu ditetapkan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa ayat ini merupakan takhshish tafsir yang mengkhususkan makna yang umum di ayat-ayat amar ma’ruf nahi munkar lainnya yang harus diperhatikan dengan Quraish Shihab dalam Al-Mishbah jilid 6 memberikan penerjemahan begini “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dia lah yang lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk.”Nyaris seluruh ayat tentang amar ma’ruf nahi munkar termasuk yang telah kita bicarakan luas di bagian Khairul Ummat, yakni surat Ali Imran ayat 110 mengandung kesan bahwa makna yang dituju adalah semua umat Islam wajib menjalankannya. Benarkah begitu?Saya cenderung mengatakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar berlaku kepada kalangan yang mampu menjalankannya belaka. Ini bisa ditemukan dalam surat Ali Imran ayat 104 di atas. Ada kata “minkum”, sebagian dari ini saya kira akan menjadi makin kokoh jika dirujukkan secara tematik maudhu’i kepada ayat tentang Khairul Ummat Ali Imran 110, yang dalam kitab-kitab tafsir yang telah saya rujuk dan kaji memperlihatkan suatu sifat perbuatan “mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran” yang kandungan dan caranya “selaras dengan nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”.Ingat, keselarasan ini bukan hanya ihwal kandungannya, toh semua kita tanpa syak bersepakat bahwa semua kandungan agama Islam adalah kebenaran dan kebaikan. Karenanya, perihal konten, tak ada ikhtilaf apa pun di antara para ulama dan juga semua umat Islam akan pentingnya syiar Islam untuk terus dijalankan. Jangan lupakan perihal cara menjalankannya, sebab ini pun sangat menentukan terhadap keselarasan dengan “nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”Mari kita uji sekilas. Ayat tentang menjalankan puasa Ramadhan benar mutlak. Semua sepakat. Umpama ada orang-orang yang tidak berpuasa, kita meyakini secara syariat mereka melakukan kesalahan dan pelanggaran. Bagaimana cara memberitahukan, mengingatkan, atau mengajak mereka meninggalkan kesalahan dan pelanggaran syariat itu? Inilah urgensi Anda langsung mendatangi mereka dan memaki-makinya atau menggebukinya dengan tamparan-tamparan dan pentungan-pentungan, walau Anda nukil ayat-ayat dan hadis-hadis tentang pelanggaran mereka, itu takkan mendatangkan kemaslahatan. Sebaliknya, yang teradi pasti madharat belaka. Bisa perkelahian, bahkan kebencian dan dendam kesumat. Cukuplah merebaknya madharat selalu menjadi pengingat buat kita semua bahwa sikap demikian bermasalah, luput, tidak pada tempatnya, dan karenanya justru bertentangan dengan asas pokok kerahamatan syariat cerita bila Anda mendekati mereka dengan cara-cara persuasif, humanis, etis, niscaya takkan ada gelegak kebencian dan kemarahan antara diri Anda dan Mus dengan arif menasihatkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar sama sekali tak cukup untuk dijalankan dengan tanpa kompetensi keilmuan yang mendalam terkait agama itu sendiri dan pula cara menjalankannya dengan makruf. Jadi, orang yang menjalankan amanat amar ma’ruf nahi munkar haruslah memiliki dua pilar pokoknya terlebih dahulu keilmuan yang mumpuni tentang agama Islam dan tahu dengan arif dan bijak cara menjalankan amar ma’ruf nahi munkar agar berbuah keselarasan dengan “nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”.Mesti kita akui di titik ini, musykillah lalu semua orang mampu memiliki dua kompetensi tersebut keilmuan dan kearifan, sehingga logis saja bila dikatakan “minkum, sebagian dari kalian”.Lalu tepat pada aspek inilah surat An-Nahl 125 tadi menjadi sangat urgen untuk dipahami dengan saksama. Ada tiga metode yang diletakkan ayat tersebut, yakni 1 dakwah dengan hikmah, 2 dakwah dengan nasihat yang baik mau’idah hasanah, dan 3 dakwah dengan dialog/debat yang lebih kita kulik lebih hikmah adalah cinta kepada kebenaran dan kebaikan yang dijalankan dengan baik dan benar pula. Hikmah, katakanlah, segala kebajikan yang dikembangkan dengan kebajikan sehingga buahnya selalu adalah kebajikan. Jika ada suatu ayat yang dijalankan dan diarahkan kepada sesuatu dan membuahkan dampak yang tidak baik lagi, maka itu bukan bagian dari hikmah. Maksudnya, cara mengembangkan dan Asyur dalam tafsirnya, Al-Tahrir wa al-Tanwir, mengatakan bahwa hikmah merupakan khazanah nilai-nilai kebaikan yang mengarahkan perjalanan hidup manusia menjadi lebih baik lagi secara jadi teringat pada tafsirnya tentang Shiratal Mustaqim di ujung ayat surat Al-Fathihah. Beliau Ibnu Asyur mengatakan bahwa bangunan Islam tidaklah semata apa yang terjadi di awal pembentukannya, tetapi keseluruhan hal dan nilai yang lahir sejak awal kebaradaannya dan terus berjalan kelindan hingga akhirnya secara statemen beliau ini sinambung dengan narasinya “khazanah nilai-nilai kebaikan yang mengarahkan perjalanan hidup manusia menjadi lebih baik lagi secara berkesinambungan.” Maka dinamika khazanah nilai hidup umat Islam menjadi satu kesatuan perjalanan keimanan dan ketakwaan serta keihsanan yang atas tujuan tersebutlah amanat amar ma’ruf nahi munkar seyogianya Quraish Shihab menerjemahkan hikmah sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar. Memilih perbuatan yang terbaik dan selaras adalah perwujudan dari hikmah. Memilih sesuatu yang terbaik dan sesuai dari hal yang buruk pun dinamai hikmah. Pelakunya disebut hakim bijaksana. Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan dalam pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain dia yang hakim bijaksana.Tentu saja ejawantahnya akan menjadi sangat luas dan beragam. Tergantung kepada konteks masing-masing. Namun kita mengerti bahwa seluruh konteks dimaksud hendaknya selalu selaras dengan asas “nilai-nilai hidup suatu masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi”. Karenanya, walaupun ada ayatnya, kita sulit untuk mengatakan arif dan bijaksana cum hikmah kepada suami yang menggebuki istrinya dengan niat mendidiknya agar menjadi istri yang lebih baik lagi. Ayat “fadribuhunna” tersebut tentulah wajib untuk dijalankan degan asas hikmah tadi dengan tanpa kehilangan konteks musababnya. Begitu pengertian ini ditohokkan kepada kasus sejumlah orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan ini, maka metode hikmah meniscayakan cara syiar yang arif dan bijaksana agar tetap selaras dengan nilai-nilai etis hidup masyarakat. Terlihat di sini bahwa memaki dan memukuli mereka niscaya bukanlah cara yang sesuai dengan nilai-nilai hidup masyarakat tersebut. Karenanya, itu bukanlah cara yang benar untuk mau’idah hasanah memaksudkan nasihat atau pemberitahuan bagaikan Nabi Saw menjalankan pemberitahuan mana jalan yang benar sesuai syariat Allah Swt dan peringatan kepada akibat yang ditimbulkannya bila untuk mencermati bahwa memberikan nasihat tak serta-merta bergerak selaras dengan maslahat. Itu artinya suatu nasihat bisa saja justru mendampakkan pertentangan dengan “nilai-nilai hidup suatu masyarakat”.Misal, Anda melihat seseorang perempuan tak dikenal di sebuah mal berjalan dengan mengenakan celana pendek yang memamerkan pahanya sedemikian rupa hingga rawan betul memicu rangsangan syahwat kepada liyan. Anda tidak bisa tiba-tiba mencegatnya dan menasihatinya untuk menutup aurat dengan lebih baik lagi. Syiar Anda benar, tetapi cara Anda menjalankan nasihat itulah yang tidak benar. Kata orang Jawa, ora pener. Wajarlah jika Anda berisiko mendapat respons negatif darinya. Jangankan syiar Anda masuk kepadanya, bahkan Anda sendiri bisa saja terseret emosi lalu terjadilah pertengkaran. Jika ini yang terjadi, detik itu juga Anda telah melakukan perbuatan melampaui batas yang dikecam oleh al-Qur’ surat Ali Imran ayat 105 yang telah saya nukil di berhati-hatilah dan bersaksamalah selalu. Hal baik bisa saja meruahkan ketidakbaikan jika tidak dikaji dan dicerna matang-matang dulu secara akal sehat dan hati yang bening. Ia pun memerlukan spirit hikmah tadi arif dan jangan lagi berbuat ceroboh atas nama dakwah Islamiyah cum amar ma’ruf nahi munkar; jangan biarkan diri sendiri terseret dan terjungkal ke lubang permusuhan yang dibenci-Nya; jangan tegakkan kemaslahatan dengan cara tidak maslahat. Jangan mengsuir semur-semut di pohon rambutan yang berbuah ranum dan manis dengan cara membakarnya, karena hanya kerugianlah yang akan Ushul Fiqh mengatakan al-dhararu yuzal wa la yuzalu al-dhararu bi al-dharar, suatu kemadharatan harus dihilangkan akan tetapi kemadharatan itu tak boleh dihilangkan dengan cara yang madharat.Ketiga, dialog/debat dengan cara yang lebih baik. Sejumlah mufassir di antaranya At-Thabathaba’i dan Prof. Quraish Shihab menerjemahkan metode ketiga ini khusus untuk membantah atau membungkam serta kemudian meluruskan pendapat-pendapat yang melenceng tentang agama Allah Swt ini. Di dalam al-Qur’an sendiri, banyak ayat yang secara khusus memberikan bantahan dan bungkaman kepada orang-orang yang tidak beriman atau melencengkan ajaran agamanya hingga tersesat, sebagaimana banyak diderakan kepada kaum Yahudi yang tidak menjalankan hanifan musliman warisan Nabi Ibrahim yang dimaksud “ahsan” lebih baik ialah pada konten-konten dan argumen-argumen dialog/debat yang dibangun, agar menjadi teranglah kebenaran yang haq dari agama Allah Swt esensi maksud wa jadilhum billati hiya Quraish Shihab dengan terang mengatakan ketiga metode dakwah tersebut memiliki segmennya masig-masing. Jika hikmah ditujukan kepada kaum berpengetahuan baik atau cerdik-pandai, mau’idah hasanah ditujukan kepada segmen awam, dan dialog/debat yang lebih baik itu ditujukan kepada orang-orang beda iman yang melencengkan ajaran tauhid agama ini, saya pribadi hanya ingin memberikan penekanan bahwa dalam praktiknya yang niscaya memiliki konteks majemuk, asas-asas ketiga metode tersebut amat mungkin untuk dijalankan dengan tidak bersegmen-segmen begitu pokoknya, saya kira yang mesti selalu menjadi spirit hakikinya dalam semua konteks amar ma’ruf nahi munkar ialah hikmah itu. Jika disarikan bahwa hikmah adalah semburat cahaya cinta yang lahir dari kedalaman ilmu dan kejernihan hati kepada siapa pun sehingga semata sikap-sikap arif nan bijaksana yang dihamparkan, begitulah seyogianya dakwah agama ini dijalankan. Soal apakah sasaran yang sedang dihadapi golongan awam, atau cendekiawan, atau lintas iman, dan lain sebagainya, itu semua berada di ranah konteks khas masing-masing situasinya. Karenanya, telah saya nyatakan tadi bahwa memahami konteks-konteks khusus menjadi keniscayaan yang mutlak untuk dinalar, dipahami, dikaji, dan dirasa-rasakan sepenuh jernih khazanah fiqh, sekali lagi saya ulangi, pencuri tak mesti dihukum dengan potong tangan. Bisa saja ia diampuni dari ancaman hukuman tersebut, malah disantuni, jika ia mencuri karena memenuhi kebutuhan darurat kelangsungan hidupnya dan hikmah yang bersumber dari kerahmatan Islam peletakan hikmah di urutan pertama ayat tersebut saya kira bisa jadi mengandung pengertian supaya ia menjadi payung besar bagi langkah-langkah dakwah lainnya. Contoh pembandingnya ialah surat an-Nahl ayat 126 yang bertutur tentang bolehnya kita melakukan pembalasan baca menuntut hak atas kezaliman yang dilakukan orang lain. Tetapi lalu segera ditafdhilkan diberi pilihan lebih utama di ayat yang sama bahwa jika memilih bersabar atas kezaliman tersebut, itulah nilai yang lebih baik bagi orang-orang yang di ayat berikutnya, 127, difirmankan “Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan berkat pertolongan Allah Swt dan janganlah bersedih kepada mereka dan jangan merasa sempit dada atas tipu daya kezaliman mereka.”Tegasnya, mengedepankan bersabar dengan menyandarkan diri kepada pertolongan Allah Swt atas suatu kezaliman yang menimpa kita adalah sikap rohani teragug sang hamba-Nya. Maka jika sifat agung tersebut dijadikan pilihan terbaik, dapat diyakini bahwa memilihnya merupakan “lebih dikehendaki” oleh ayat bisa menyaksikan kenyataaan hal ini dalam hukum qishas. Keluarga boleh menuntut sang pembunuh untuk diqishas, tetapi jika keluarga memaafkan itu sungguh jauh lebih diuatamakan. Inilah yang dulu diterapkan oleh Khalifah Utsman bin Affan dan berhasil menyelamatkan nyawa Abdullah bin Umar bin Khattab yang membalas pembunuhan ayahandanya walaupun sebagian kecil sahabat tak menyetujuinya. Sayyidina Ali bin Abi Thalib termasuk orang yang sangat menyetujui dan turut memperjuangakn ishlah kiranya kepada asas hikmah yang terlihat terang sekali merupakan spirit terbesar dalam segala bentuk gerakan amar ma’ruf nahi munkar ingin tambahkan ayat berikut sebagai permenungan buat kita semua yang hendak menjalankan amar ma’ruf nahi Ali Imran 159 “Maka disebabkan rahmat dari Alah Swt lah kamu bisa bersikap lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan berembuklah dengan mereka dalam urusan itu.”Mari berendah hati selalu bahwa ikhtiar rasional kita mesti dibatasi pada semata menyampaikan ajaran agama ini demi makin tegaknya keimanan, ketakwaan, dan keihsanan. Tidak bergerak lebih jauh hingga rawan terseret melampaui batas. Berikutnya, setelah ikhtiar dakwah bernaungkan hikmah itu dijalankan, serahkanlah kepada Allah Swt dengan memperbanyak permohonan kepada-Nya agar hidayah dan taufik-Nya dicurahkan kepada diri, keluarga, dan semua ingat, jangankan kita, bahkan Rasulullah Saw tidak punya wewenang untuk mengaruniakan hidayah kepada orang lain yang dikasihinya sekalipun. Lihatlah kembali surat Al-Qashas ayat 56. Lalu mari ingat lagi, jangankan kita, bahkan Rasulullah Saw pun dilarang oleh Alah Swt untuk menjalankan syiarnya dengan paksaan dalam segala bentuknya tentu saja. Lihatlah kembali surat Yunus ayat Rasulullah Saw menjalankan semua syiar Islam dengan sepenuh-penuhnya kerahmatan, kasih sayang, pengampunan, pemaaafan, etika kemanusiaan, cum ihsan dan akhlak jadikan perenungan mendalam pada masing-masing kitaPertama, hidayah adalah mutlak hak prerogatif Allah tugas amar ma’ruf nahi munkar harus dijalankan oleh orang-orang yang berilmu dan arif bijaksana saja. Bukan sembarang orang, apalagi semua memahami konteks sasaran dakwah beserta seluruh tantangan dan problematika riilnya mesti dikaji semendalam mungkin dengan akal sehat dan hati yang hikmah cum cinta merupakan spirit agung yang mesti selalu dilambarkan kepada setiap gerakan amar ma’ruf nahi jangan sekali-kali melakukan ucapan dan tindakan yang melampaui batas, yakni bertikai, berpecah-belah, dan bermusuhan. Jauhkan diri dari segala risiko negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur masyarakat yang pasti selaras dengan etika kemanusiaan siapa yang sampai terjatuh kepada praktik negatif demikian, baik ucapan ataupun tindakan, seketika ia terlontar dari hamparan subulus salam yang dikandung shiratal mustaqim; sebab niscaya itu hukanlah hikmah; niscaya itu hanyalah letupan hawa nafsu dan bajakan setan yang paling ahli mengelabui. Syariat Islam yang bertahtakan kemaslahatan tidak mengenal jalan ejawantahkannya kecuali kemaslahatan mari berbanyak doa dan permohonan kepada Allah Swt semoga makin hari semua kita diri dan orang lain yang kita dakwahi semakin dekat kepada jalan-Nya dan Dan begitu pulalah hadis tentang “mengubah kemungkaran” di atas seyogianya dipahami dan peta tersebut menjadi sangat urgen dan krusial; apalagi belakangan ini kita makin kerap saja menemukan ungkapan dan tindakan yang secara lahiriah bermahkotakan syiar Islam, amar ma’ruf nahi munkar, tetapi cara menjalankannya jauh benar dari cahaya kekarimahan dan maaf, kepada Anda yang sedang berada di lingkaran demikian, kiranya jalan terbaiknya ialah segera keluar meninggalkannya. Carilah lingkaran lain, guru lain, kajian lain, yang lebih selaras dengan keihsanan cum akhlak lagi, maaf. Nyuwun JUGA Kultum Ramadhan Lainnya di Sini
Amar ma'ruf nahi munkar merupakan konsep penting dalam ajaran Islam. Materi khutbah Jumat kali ini menjelaskan bahwa mengajurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran tidak bisa dilakukan secara serampangan. Ada etika dan rambu-rambu yang mesti dipenuhi. Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat Tugas Amar Ma'ruf Nahi Munkar". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini pada tampilan dekstop. Semoga bermanfaat! Redaksi اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْاٰنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. فَقَالَ الله تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْكَرِيْمِ كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Amar ma'ruf nahi munkar, yakni mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, merupakan bagian dari ajaran agama Islam. Setiap muslim diwajibkan untuk menebar kebaikan sebanyak mungkin, dan berusaha untuk mencegah kemungkaran di mana pun dia berada. Dalam surat Ali Imran ayat 110, Allah swt berfirman كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ Artinya “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh pada yang ma'ruf, dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah...” QS Ali Imran ayat 110. Imam ath-Thabari dalam Tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an menjelaskan أَمَّا قَوْلُهُ "تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ" فَإِنَّهُ يَعْنِيْ تَأْمُرُوْنَ بِالْإِيْمَانِ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَالْعَمَلِ بِشَرَائِعِهِ، "وَتَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنْكَرِ" يَعْنِيْ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الشِّرْكِ بِاللهِ وَتَكْذِيْبِ رَسُوْلِهِ وَعَنِ الْعَمَلِ بِمَا نَهَى عَنْهُ Artinya “Adapun firman Allah ta’muruna bil ma’ruf menyuruh kebaikan, maksudnya adalah mengajak untuk beriman kepada Allah, Rasulullah, dan mengamalkan syariat. Sementara wa tanhauna anil munkar mencegah yang munkar, maksudnya mencegah syirik, mendustakan Rasulullah, dan mengerjakan yang dilarang Tuhan.” Meskipun sebuah keharusan, amar ma'ruf nahi munkar tidak boleh dilakukan secara semberono dan serampangan. Penerapan amar ma'ruf nahi munkar mesti dilandasi pada ilmu dan kearifan. Penerapannya tidak boleh bertentangan dengan tujuan disyariatkan amar ma'ruf dan nahi munkar itu sendiri. Jangan sampai, tujuan kita mengajak orang berbuat baik, tapi orang yang diajak malah kabur, karena pendekatan yang kita gunakan tidak cocok dengan objek yang diajak. Jangan sampai juga, tujuannya mencegah kemungkaran, tetapi malah melahirkan kemungkaran yang baru. KH. Achmad Siddiq pernah menulis artikel berjudul “Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai langkah pembinaan Khaira Ummah dalam Masyarakat Pancasila”. Dalam artikel itu, mengutip Imam al-Ghazali, beliau menjelaskan beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan amar ma'ruf nahi munkar, supaya gerakannya produktif dan tidak menimbulkan masalah baru. Imam al-Ghazali dalam Ihya ulumiddin menekankan pelaksanan amar ma'ruf nahi munkar terdiri dari empat unsur muhtasib pengawas/pelaksana, muhtasab alaih objek yang diawasi/diajak, muhtasab fih masalah, dan ihtisab bentuk pengawasan/penanganan. Keempat unsur ini saling berkaitan dan apabila berubah salah satunya, maka pola penangananya pun akan berbeda. Misalnya, apabila kita ingin mengajak seorang anak untuk berbuat baik dan rajin beribah, tentu metodenya berbeda dengan orang dewasa. Menerapkan metode orang dewasa terhadap anak kecil akan menimbulkan masalah baru dan kemungkinan besar anak yang diajak tidak akan berubah. Sidang jamaah Jumat yang dirahmati Allah, KH Achmad Siddiq menekankan dua hal terkait pelaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Pertama, perlu dibedakan antara maksiat dengan munkar. Munkar itu lebih luas daripada maksiat. Setiap sesuatu yang dapat membahayakan kepentingan umum dapat disebut sebagai kemungkaran, meskipun tidak dianggap maksiat. Karenanya, kalau ada orang gila yang berzina di depan umum, wajib dicegah, meskipun perbuatan zina bagi orang yang gila tidak termasuk dalam kategori maksiat. Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan الْمُنْكَرُ أَعَمُّ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، إِذْ مَنْ رَأَى صَبِيًّا أَوْ مَجْنُوْنًا يَشْرَبُ الْخَمْرَ فَعَلَيْهِ أَنْ يُرِيْقَ خَمْرَهُ وَيَمْنَعُهَ، وَكَذَا إِنْ رَأَى مَجْنُوْنًا يَزْنِي بِمَجْنُوْنَةٍ أَوْ بَهِيْمَةٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَمْنَعَهُ مِنْهُ “Munkar lebih umum dari maksiat. Karenanya, apabila melihat anak kecil atau orang gila minum khamar, wajib diambil minumannya dibuang dan dilarang. Begitu pula, jika melihat orang gila berzina, baik dengan sesama orang gila ataupun binatang, hukumnya wajib untuk dicegah.” Selain menekankan pentingnya pembedaan antara maksiat dan munkar, KH Achmad Siddiq juga menegaskan bahwa kemungkaran yang wajib dicegah adalah munkar bil ijma’ disepakati oleh para ulama sebagai kemungkaran, sementara kemungkaran yang masih diperdebatkan hukumnya oleh para ulama tidak wajib untuk dilarang atau dicegah. Ma’syiral muslimin rahimakumullah, Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan bahwa orang yang akan melakukan amar ma'ruf nahi munkar muhtasib harus berilmu, wara’, dan berakhlak baik. Beliau mengatakan dalam Ihya Ulumiddin وَلْيَكُنْ عَالِمًا وَرَعًا وَحُسْنَ الْخُلُقِ يَتَلَطَّفُ فَلَا يَعْنُفُ، إِمَّا الْعِلْمُ فَلْيَعْلَمُ حُدُوْدَ الْاِحْتِسَابِ، وَالْوَرَعُ لِيَقْتَصِرَ عَلَى حَدِّ الْمَشْرُوْعِ فِيْهِ، وَيَحْسُنُ الْخُلُقَ بِتَلَطُّفٍ فَلَا يَعْنُفُ كَيْلَا يَتَجَاوَزَ حَدَّ الشَّرْعِ فَيَفْسُدَ أَكْثَرُ مِمَّا يَصْلُحُ “Muhtasib harus berilmu, wara’, dan berakhlak baik, bersikap lembut dan tidak keras. Muhtasib harus berilmu supaya mengetahui ketentuan ihtisab pengawasan/bentuk penanganan; muhtasib harus wara’ supaya bisa membatasi diri pada ketentuan yang disyariatkan; berakhlak mulia dengan lembut dan tidak keras supaya tidak melewati batasan syariat, sehingga menimbulkan mafsadat lebih banyak dibanding kemaslahatannya. Jadi orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar harus berilmu, wara’, dan berakhlak mulia. Tidak boleh melakukan kekerasan ketika dalam pelaksanaan amar ma'ruf nahi munkar. Karena kalau melakukan kekerasan, alih-alih menjadi baik, justru mendatangkan kemudaratan dan kemungkaran yang baru. Apalagi dalam konteks bernegara, kita tidak boleh melanggar aturan hukum dalam pelaksanaan amar ma'ruf nahi munkar. Kita harus menyerahkan urusan yang berkaitan dengan hukum kepada aparatus negara, agar tidak terjadi ketidakadilan dan kezaliman. Terlebih lagi, dalam kaidah disebutkan, al-dharar ya yuzalu bidl dlarar, kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan. بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Khutbah II الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لَآ إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر Ustadz Hengki Ferdiansyah, pegiat kajian hadits, tinggal di Jakarta Baca naskah khutbah Jumat lainnya Khutbah Jumat 9 Jenis Bertutur Kata menurut Al-Qur’an Khutbah Jumat Berbuat Baik kepada Tetangga Khutbah Jumat Singkat Mari Mudahkan Urusan Orang Lain Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI
Amar Ma’ruf Menyuruh Yang Baik Dan Mencegah Yang Munkar – Pada kesempatan kali ini akan menuliskan tentang Khutbah Jumat. Materi Khutbah ini kami tulis hanya menyediakan yang memerlukan saja. Terkait dengan tema tersebut di atas baiknya mari kita ikuti bersama Tulisan di bawah ini. Sebelumnya kami mohon ma’af kepada para pembaca jika uraian kami nanti tidak berkenan. Mukodimah السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتَهُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا أَشْهَدُ أَنْ لاإِلهَ إِلا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَسُوْلُهُ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ Segala Puji hanya bagi Allah, Sholawat dan Salam-Nya semoga tetap tercurahkan ke haribaan Nabi agung Muhammad shollallahu alaihi wa sallam. Para pembaca yang kami kagumi hadanallahu wa iyyakum. Berikut Teks Khutbah Jumat ringkas. Khutbah Pertama السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاإِلهَ إِلا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتِمُ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَىْ اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ وَنَفْسِيْ عَلَى طَاعَةِ اللهِ فِيْ كُلِّ وَقْتِ لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ قال الله تعالى كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ، أل عمران ١١٠ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَإِنْ لَمْ تَعْمَلُوا بِهِ كُلِّهِ، وَانْهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَإِنْ لَمْ تَجْتَنِبُوْا كُلُّهُ و قال الله تعالى وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ التوبة ٧١ و قال الله تعالى وَعَدَ اللّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ Amar Ma’ruf Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia. Bertaqwalah kepada Allah SWT. Taqwa dalam arti memelihara diri dari segala bentuk kemusyrikan dan kemunafikan yakni dengan mentaati dan mengerjakan semua perintah Allah serta meninggalkan larangan-larangan-Nya. Juga taqwa yang dapat menumbuhkan amal-amal saleh yang nyata sebagai pembuktian kebenaran, sebab segala perbuatan dan amal manusia, baik maupun jahatnya adalah merupakan pencerminan imannya terhadap Allah SWT. Ketahuilah bahwasanya sudah menjadi sunnatullah apabila kemaksiatan-kemaksiatan, kemungkaran, kejahatan, perzinaan telah berkembang dengan pesat dan dilakukan oleh penghuni ini dengan terang-terangan, tanpa ada rasa malu sedikitpun juga terdapat kepercayaan dan keimanan manusia kepada Allah sudah mulai pudar lantaran terbius oleh godaan duniawi, budi pekerti yang luhur-luhur mulai berantakan dan berubah menjadi perbuatan yang menjijikkan, amalan-amalan yang baik sudah tidak diutamakan, tetapi aneh perbuatan yang jelek malah jadi kebanggaan, kebanyakan manusia hidup diperintah oleh hawa nafsu angkara murka, perintah syaithan yang diindahkan, mereka lebih senang hidup bebas tanpa terikat dengan peraturan agama, masyarakat dan negara, maka ketika suasana seperti itulah Allah menurunkan bencana kerusakan di muka bumi. Oleh sebab itulah Allah memberikan beban kepada orang-orang yang beriman, agar melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Amar ma’ruf Nahyil-munkar “Sebagiman Allah Ta’ala dalam surat Ali Imran yang sudah saya bacakan tadi yang artinya Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. QS. Ali Imron 110. Sabda Nabi Shollallahu alaihi wa sallam yang artinya Perintahkanlah olehmu kebaikan meskipun kamu tidak melakukan yang engkau perintahkan cegahlah olehmu kemungkara meskipun kamu tidak menjauhi keseluruhannya. HR. Thabrani Jelaslah bahwa umat Islam adalah semulia-mulia umat bagi pandangan Allah dan ciri mereka senantiasa melaksanakan amal ma’ruf dan nahi munkar. Dari itu sebagai mu’min kita wajib melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai bukti ketaatan dan kecintaan kepada Allah, yaitu melaksanakan amal saleh dan membendung diri dari tingkah tercela. Dengan demikian sampailah kita kepada suatu kesimpulan bahwasanya dari sekian yang benar akan terpancar akhlak yang baik, dari akhlak yang baik terwujudlah perbuatan yang saleh termasuk didalamnya kesediaanberamarma’ruf dannahi munkar. Orang Beriman Menjadi Penolong Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia. Kunci iman adalah ibadah. Benar tidaknya ibadah seseorang sangat berpengaruh benar tidaknya iman. Dengan kata lain iman yang tidak terpelihara maka ibadahnyapun tidakteratur. Kami telah menyatakan dan mengakui iman kepada Allah, maka ibadah kitapun hendaknya karena Allah dan menuruti ketentuan-ketentuan-Nya. Jadi pertanda seorang mu’min ialah ibadah dan tingkah laku perbuatannya. Firman Allah SWT yang saya bacakan tadi di atas yang artinya “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. At-Taubah 71. Demikianlah gambaran sikap dan sifat seorang mu’min yang disukai oleh Allah. Kepada merekalah Allah menjanjikan kehidupan yang baik di akhirat sebagaimana dalam kelanjutan ayat di atas yang artinya “Allah menjanjikan kepada orang-orang mu’min, lelaki dan perempuan, akan mendapat surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan mendapat tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar. itu adalah keberuntungan yang besar”. QS. At-Taubah 72. Demikian khutbah yang dapat kami sampaikan mudah-mudahan brmanfa’at dan diridhoi Allah SWT. بارك الله لي ولكم في القرأن العظيم ونفعني بما فيه من الأية وذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم Khutbah kedua الْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاإِلهَ إِلا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرْ. صَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا * أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ ! اتَّقُوْا اللهَ وَافْعَلُوْا الْخَيْرَاتِ وَاجْتَنِبُوْا السَّيِّئَاتِ، إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا فَأَجِيْبُوا اللهَ عِبَادَ اللهِ إِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى مَنْ بِهِ اللهُ هَدَاكُمْ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَائِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ وَأَهْلِ طَاعَتِكَ أَجْمَعِيْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَخْشَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَجَمِيْعَ الْأَمْرَاضِ وَمَوْتَ الْفُجْأَتِ مَالَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِتَائِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِيْدُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُاوْ اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْاهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِيْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ Amar Ma’ruf Menyuruh Yang Baik Dan Mencegah Yang Munkar Demikian Teks Khubah Jumat Tema Amar Ma’ruf Menyuruh Yang Baik Dan Mencegah Yang Munkar. – Semoga bermanfaat dan berkah untuk kita semua. Abaikan saja teks khutbah ini, jika pembaca tidak sependapat. Terima kasih atas kunjungannya. Wallahu A’lamu bish-showab.
– Pada kesempatan kali ini kita akan kembali memberikan sebuah ceramah singkat yang berjudul “etika amar ma’ruf nahi munkar”. Telah kita ketahui bersama bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar itu diperintah dalam banyak ayat-ayat al-Qur’an dan juga dalam banyak hadits. Namun di sini kita akan membahas jugaBahasan Surat asy Syams ayat 9-10Bahasan Hikmah BersyukurBahasan Surat al-Hadid ayat 4Bahasan Surat an-Nisa ayat 59Berikut ini ceramah singkat tentang amar ma’ruf nahi عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى الِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أمّا بعدSegala puji hanya milik Allah swt., Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda alam, Nabi besar, Muhammad saw. Tidak lupa kepada keluarganya, para sahabatnya, dan juga kita selaku hadirin yang saya hormati. Pada kesempatan kali ini saya akan membicarakan sebuah ceramah yang diberi judul “etika amar ma’ruf nahi munkar”. Tahu kah kita apa yang dimaksud dengan amar ma’ruf dan nahi munkar?Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah sesuatu yang memiliki hubungan muatualis. Maksudnya adalah ketika kita melakukan amar ma’ruf maka kita secara otomatis melakukan nahi munkar. Dan begitu pula hadirin yang saya hormati. Amar ma’ruf dan nahi munkar dalam pelaksananyaa memiliki etika-etika yang sangat penting. Etika ini perlu diketahui oleh kita semua agar apa yang kita maksudkan dari amar ma’ruf dan nahi munkar dapat antara etika amar ma’ruf nahi munkar; yang pertama adalah amar ma’ruf dan nahi munkar mesti dilakukan dengan penuh hikmah. Hal ini dijelaskan oleh Allah swt di dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُPara hadirin yang saya hormati. Etika yang kedua adalah amar ma’ruf dan nahi munkar harus dilaksanakan dengan penuh kasih sayang. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw di dalam hadis berikut اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأمْرِ كُلِّهِPara hadirin yang saya hormati. Etika yang terakhir adalah amar ma’ruf nahi munkar harus memperhatikan kemaslahatan dan kemafsadatan yang mungkin terjadi di masyarakat. Jangan sampai pelaksanakan nahi munkar malah menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Hal ini dijelaskan di dalam hadis Rasulullah saw berikut أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَامَ أعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي المَسْجِدِ فَتَنَاوَلُهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوْهُ وَهَرِيْقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ - أَيْ ذَنُوْباً مِنْ مَاءٍ - فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَPara hadirin yang saya hormati. Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan pada pertemuan kali ini. Semoga kita mendapatkan keberkahan dari pertemuan ini, mendapatkan ilmu dari pertemuan ini, dan dimudahkan untuk اللهُ وَ إِيَّكُمْ أَجْمَعِيْنَ وَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
ceramah amar ma ruf nahi munkar